“Konsep
implementasi berasal dari bahasa
inggris yaitu To Implement. Dalam kamus besar webster, to
implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for
carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu) dan to
give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap
sesuatu)” (Webster dalam Wahab, 2004:64).
Implementasi
sebagai suatu proses tindakan Administrasi dan Politik. Pandangan ini sejalan
dengan pendapat Peter S. Cleaves dalam bukunya Solichin Abdul Wahab (2008;187),
yang secara tegas menyebutkan bahwa:
Implementasi itu mencakup “a
process of moving toward a policy objective by means of administrative and
political steps” (Cleaves, 1980). Secara garis besar, beliau mengatakan bahwa
fungsi implementasi itu ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan
tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan public diwujudkan sebagai
outcome atau hasil akhir kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah.
Sebab itu fungsi implementasi
mencakup pula penciptaan apa yang Dalam ilmu kebijakan public disebut “policy
delivery system” (system penyampaian/penerusan kebijakan publik) yang biasanya terdiri dari
cara-cara atau saran-sarana tertentu yang dirancang atau didesain secara khusus
serta diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang
dikehendaki.
Mazmanian
& Paul Sabatier dalam bukunya implementation and public policy (1983:61)
mendefinisikan implementasi sebagai berikut:
“pelaksanaan keputusan
kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undanh-undang, namun dapat pula
berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting
atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut
mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan
atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau
mengatur proses implementasinya”.
Menurut
Mazmanian dan Sabatier merupakan pelaksanaan kebijakan dasar berbentuk undang-undang
juga berbentuk perintah atau keputusan-keputusan yang penting atau seperti
keputusan badan peradilan. Proses implementasi ini berlangsung setelah melalui
sejumlah tahapan tertentu seperti tahapan pengesahan undang-undang, kemudian
output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan dan seterusnya sampai
perbaikan kebijakan yang bersangkutan.
Sedangkan
Van Meter dan Van Horn (1975), dalam bukunya Leo Agustino (2006;139),
mendefinisikan implementasi sebagai:
“tindakan-tindakan yang
dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau
kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya
tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebiujaksanaan”.
Pandangan
Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi merupakan tindakan oleh individu,
pejabat, kelompok badan pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya
tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam suatu keputusan tertentu. Badan-badan
tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah yang membawa dampak pada warga
negaranya.
Namun
dalam praktinya badan-badan pemerintah sering menghadapi pekerjaan-pekerjaan di
bawah mandate dari Undang-Undang, sehingga membuat mereka menjadi tidak jelas
untuk memutuskan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak
dilakukan.
Dari beberapa definisi diatas
dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu:
- Adanya tujuan atau sasaran
kebijakan
- Adanya aktivitas/kegiatan
pencapaian tujuan
- Adanya hasil kegiatan
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang
dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan,
sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan
atau sasaran kebijakan itu sendiri.
IMPLEMENTASI
MENURUT PARA AHLI :
1.
Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin
dan Usman, 2002), mengemukakan “implementasi sebagai evaluasi”.
2.
Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin
dan Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah perluasan aktivitas
yang saling menyesuaikan”.
3.
Mclaughin (dalam Nurdin dan Usman,
2004) mengemukakan bahwa pengertian “implementasi sebagai aktivitas yang saling
menyesuaikan”.
4.
Menurut Schubert (dalam Nurdin dan
Usman, 2002:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah sistem rekayasa”.
Pengertian di atas memperlihatkan
bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau
mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi
bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara
sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan
kegiatan.
Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai pelaksanaan atau penerapan. Artinya yang dilaksanakan dan diterapkan
adalah kurikulum yang telah dirancang/didesain untuk kemudian dijalankan
sepenuhnya.
Contoh
Implementasi : Jika diibaratkan dengan sebuah rancangan bangunan yang dibuat
oleh seorang Insinyur bangunan tentang rancangan sebuah rumah pada kertas
kalkirnya maka impelemntasi yang dilakukan oleh para tukang adalah rancangan
yang telah dibuat tadi dan sangat tidak mungkin atau mustahil akan melenceng
atau tidak sesuai dengan rancangan, apabila yang dilakukan oleh para tukang
tidak sama dengan hasil rancangan akan terjadi masalah besar dengan bangunan
yang telah di buat karena rancangan adalah sebuah proses yang panjang, rumit,
sulit dan telah sempurna dari sisi perancang dan rancangan itu.
Secara umum Implementasi didefinisikan sebagai suatu
tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang
dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaaan sudah
dianggap fix.
FAKTOR KEBERHASILAN :
- Ukuran
dan tujuan
- Sumber-Sumber
- Ciri-ciri
atau sifat Badan/Instansi pelaksana
- Komunikasi
antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
- Sikap
para pelaksana
- Lingkungan
Ekonomi, Sosial dan Politik
(Meter dan Horn dalam Wahab, 2004:79), Keberhasilan suatu
implementasi menurut kutipan Wahab dapat dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor
di atas, yaitu :
Pertama, yaitu ukuran dan tujuan diperlukan
untuk mengarahkan dalam melaksanakan kebijakan, hal tersebut dilakukan agar
sesuai dengan program yang sudah direncanakan.
Kedua, pemanfaatan sumber daya manusia,
biaya, dan waktu (Meter dan Horn dalam Agustino, 2006:142). Sumber-sumber tersebut
sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah/ instansi.
* Sumber daya manusia sangat penting karena sebagai sumber penggerak
dan pelaksana, modal diperlukan untuk kelancaran pembiayaan agar tidak
menghambat proses.
* Waktu merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan,
karena waktu sebagai pendukung keberhasilan.
* Sumber daya waktu merupakan penentu pemerintah dalam
merencanakan dan melaksanakan suatu kegiatan.
Ketiga, keberhasilan bisa dilihat dari sifat
atau ciri-ciri badan/instansi pelaksana. Hal ini sangat penting karena kinerja
implementasi organisasi akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang
tepat serta cocok dengan para badan atau instansi pelaksananya.
Kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau
ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan,
kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya
(Subarsono, 2006:7).
Keempat, komunikasi
memegang peranan penting bagi berlangsungnya koordinasi implementasi.
Kelima, menurut Van Meter dan Van Horn yang
dikutip oleh Widodo, bahwa karakteristik para pelaksana adalah mencakup
struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam
birokrasi (Meter dan Horn dalam Subarsono, 2006:101). Sikap para pelaksana
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai pelaksana kegiatan harus
dilandasi dengan sikap disiplin.
Hal tersebut dilakukan karena dapat memengaruhi keberhasilan
implementasi setiap badan/instansi pelaksana kebijakan harus merasa memiliki
terhadap tugasnya masing-masing berdasarkan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Keenam, dalam menilai kinerja keberhasilan
implementasi adalah sejauh mana lingkungan eksternal ikut mendukung
keberhasilan telah ditetapkan, lingkungan eksternal tersebut adalah ekonomi,
sosial, dan politik (Meter dan Horn dalam Agustino, 2006:144). Lingkungan
ekonomi, sosial dan politik juga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan
suatu implementasi.
Implementasi yang tidak baik dapat disebabkan oleh :
·
Kurangnya pemahaman akan
tanggung jawabdan akuntabilitas para manajer.
·
Sistem penggajian yang
tidak memotivasi baik individu, kelompok dan lainnya kearah pencapaian tujuan
organisasi.
·
Tidak adanya sistem
pengabdian dan penganggaran yang sesuai.
·
Mekanisme yang tidak memadai
untuk mengkoordinasi dan mengintegrasikan antar kegiatan organisasi.
Implementasi yang baik dapat disebabkan oleh :
·
Memahami tanggung jawab sebagai manajer
·
Memotivasi anak
buah/bawahan dalam mencapai tujuan organisasi
·
Mengkoordinasi dan
mengintegritaskan antar kegiatan organisasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar